KETERBUKAAN PENGADILAN

Bahwa proses peradilan yang transparan merupakan salah satu syarat mewujudkan keterbukaan dan akuntablitas penyelenggaraan peradilan, dan untuk menjamin agar hal tersebut  terlaksana sebagaimana mestinya, telah diatur dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

Dalam Keputusan Mahkamah Agung yang dimaksud dengan:
Informasi adalah : Segala sesuatu yang dapat dikomunikasikan atau yang dapat menerangkan sesuatu dalam bentuk atau format apapun;
Pemohon adalah : Orang yang mengajukan permohonan informasi kepada pejabat Pengadilan;
  1. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum;
  2. Pengadilan adalah Pengadilan seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan, kecuali secara tegas dinyatakan lain;
  3. Hakim adalah hakim seluruh lingkungan dan tingkatan peradilan;
  4. Pegawai adalah pegawai negeri yang

HAK MASYARAKAT DAN KEWAJIBAN PENGADILAN

Hak Masyarakat atas Informasi Pengadilan  yang diatur di dalam
KEPUTUSAN KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 144/KMA/SK/VIII/2007 TAHUN 2007

Pasal 2
Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Standar Pelayanan dan Pendokumentasian
Pasal 3
(1) Pengadilan menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat diakses oleh
publik.
(2) Pengadilan tidak dapat mewajibkan menyebutkan tujuan atau alasan mengajukan
permohonan informasi yang secara tegas dinyatakan sebagai informasi yang bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh publik.

INFORMASI YANG HARUS DIUMUMKAN PENGADILAN
Jenis Informasi Yang Harus Diumumkan
Pasal 6
(1) Informasi yang harus diumumkan oleh setiap Pengadilan setidaknya meliputi
informasi:
  1. gambaran umum Pengadilan yang, antara lain, meliputi: fungsi, tugas, yurisdiksi dan struktur organisasi Pengadilan tersebut serta telepon, faksimili, nama dan jabatan pejabat Pengadilan non Hakim;
  2. gambaran umum proses beracara di Pengadilan;
  3. hak-hak pencari keadilan dalam proses peradilan;
  4. biaya yang berhubungan dengan proses penyelesaian perkara serta biaya hak-hak kepaniteraan sesuai dengan kewenangan, tugas dan kewajiban Pengadilan;
  5. putusan dan penetapan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
  6. putusan dan penetapan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang belum berkekuatan hukum tetap dalam perkara-perkara tertentu.
  7. agenda sidang pada Pengadilan Tingkat Pertama;
  8. agenda sidang pembacaan putusan, bagi Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Kasasi;
  9. mekanisme pengaduan dugaan pelanggaran yang dilakukan Hakim dan Pegawai;
  10. hak masyarakat dan tata cara untuk memperoleh informasi di Pengadilan.

(2) Perkara-perkara tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf f adalah:

  1. korupsi;
  2. terorisme;
  3. narkotika/psikotropika;
  4. pencucian uang; atau
  5. perkara lain yang menarik perhatian publik atas perintah Ketua Pengadilan.

(3) Informasi yang harus diumumkan oleh Mahkamah Agung selain dari yang disebutkan
dalam ayat (1) adalah:

  1. Peraturan Mahkamah Agung;
  2. Surat Edaran Mahkamah Agung;
  3. Yurisprudensi Mahkamah Agung;
  4. laporan tahunan Mahkamah Agung;
  5. rencana strategis Mahkamah Agung;
  6. pembukaan pendaftaran untuk pengisian posisi Hakim atau Pegawai.

INFORMASI YANG DAPAT DIAKSES PUBLIK
Pasal 14
Informasi sebagaimana diatur dalam bab ini adalah informasi terbuka dan dapat diakses
secara langsung oleh publik melalui petugas informasi dan dokumentasi tanpa perlu
meminta persetujuan dari pejabat penanggungjawab, kecuali jika secara tegas dinyatakan
sebaliknya.

Informasi tentang Perkara
Pasal 15
Informasi perkara yang terbuka adalah:
  1. putusan dan penetapan Pengadilan baik yang telah berkekuatan hukum tetap maupun yang belum berkekuatan hukum tetap dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
  2. tahapan suatu perkara dalam proses pengelolaan perkara;
  3. data statistik perkara.


Pasal 16
Selain perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), fotokopi salinan
putusan dan penetapan Pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap dapat diberikan
untuk keperluan resmi lembaga negara, keperluan penelitian atau keperluan lain yang
dipandang layak atas ijin Ketua Pengadilan.
Pasal 17
(1) Sebelum memberikan fotokopi putusan dan penetapan pengadilan kepada Pemohon,
petugas informasi dan dokumentasi harus mengaburkan informasi yang memuat
identitas para pihak berperkara, saksi, korban, pihak terkait, terdakwa atau terpidana
dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud Pasal 8, 9 dan 10.
(2) Pengaburan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara
menghitamkan bagian informasi tersebut sehingga tidak dapat dibaca.

Pasal 22
(1) Selain informasi yang harus dibuat agar diketahui umum dan informasi terbuka
sebagaimana diatur dalam Keputusan ini, informasi lain hanya dapat diakses publik
dengan ijin penanggungjawab.
(2) Pejabat Penanggung Jawab dapat memberikan ijin memberikan suatu informasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sepanjang informasi tersebut tidak akan
merugikan:
  1. privasi seseorang;
  2. kepentingan komersial seseorang atau badan hukum;
  3. upaya penegakan hukum;
  4. proses penyusunan kebijakan;
  5. pertahanan, keamanan dan hubungan luar negeri negara Indonesia;
  6. ketahanan ekonomi nasional.

Biaya
Pasal 27
Pengadilan hanya dapat membebani Pemohon sekedar biaya fotokopi atau biaya cetak
(print) yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan berdasarkan biaya yang berlaku secara
umum.

Prosedur Cepat
Pasal 29

Keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 25 dan 26 tidak diperlukan apabila:
  1. informasi yang dimohon sudah tersedia di Pengadilan tersebut;
  2.  informasi yang dimohon tidak termasuk dalam kategori informasi dengan volume besar, sedang dalam proses pembuatan atau memerlukan konsultasi lebih lanjut dengan penanggungjawab;
  3. pemohon bersedia membayar secara langsung perkiraan biaya untuk menyalin informasi



KEBERATAN
Bagian Pertama
Dasar Keberatan
Pasal 30
Setiap Pemohon dapat mengajukan keberatan dalam hal:
  1. permohon ditolak dengan alasan informasi tersebut tidak dapat diakses publik;
  2. tidak tersedia informasi yang harus diumumkan sebagaimana diatur dalam Pasal6;
  3. permohonan informasi tidak ditanggapi sebagaimana mestinya;
  4. pengenaan biaya yang melebihi dari yang telah ditetapkan Ketua Pengadilan; atau
  5.  informasi tidak diberikan sekalipun telah melebihi jangka waktu yang diatur dalam ketentuan ini.

Prosedur Keberatan
Pasal 31
(1) Pemohon dapat mengajukan keberatan kepada penanggungjawab selambatlambatnya
7 (tujuh) hari kerja setelah terjadi hal-hal sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 30.
(2) Dalam hal pemohon mengajukan keberatan atas keputusan yang ditetapkan oleh
penanggungjawab pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat
Banding, maka keberatan diajukan ke penanggungjawab pada Mahkamah Agung.

Pasal 32
Penanggungjawab memberikan jawaban selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
diterimanya keberatan tersebut.



READ MORE - KETERBUKAAN PENGADILAN

PENELITIAN EMPIRIS

Penelitian empiris 
merupakan penelitian hukum yang memakai sumber data primer. Data yang diperoleh berasal dari eksperimen dan observasi.

Studi hukum :

1. Hukum bisa dipelajari dan diteliti sebagai sebuah studi tentang law in books.

2. Hukum bisa dipelajari dan diteliti sebagai studi tentang law in action : adalah studi ilmu sosial non doktrinal serta bersifat empiris.

Dalam penelitian sosial hukum tidak dijadikan sebagai suatu gejala otonom ( normatif yang mandiri ), namun sebagai sebuah institusi sosial yang dihubungkan secara nyata dengan variabel - variabel sosial lainnya. Hukum secara impiris adalah gejala masyarakat yang bisa dipelajari :

  • Sebagai variabel penyebab / independent variabel yang dapat menimbulkan akibat terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat.
  • Sebagai variabel akibat / dependent variabel yang muncul sebagai hasil akhir / resultante dari berbagai kekuatan di dalam proses sosial. Penelitian hukum ini bukanlah penelitian hukum normatif, studi ini disebut dengan sosiologi hukum (empiris), yakni apabila sarana penelitiannya
adalah hukum yang menjadi variabel akibat / merupakan studi hukum serta masyarakat, yakni jika sasaran penelitiannya ditujukan terhadap hukum yang menjadi variabel independen. Adanya perbedaan dari penelitian sosiologis (empiris) dan normatif akan mengakibatkan perbedaan terhadap langkah – langkah teknis di dalam penelitian yang harus dikerjakan dan terhadap desain – desain penelitian yang wajib dibuat. Berikut perbedaan penelitian hukum sosiologis dengan penelitian normatif :
  • Penelitian hukum sosiologis ( empiris ) = memberikan arti penting terhadap analisis yang bersifat kuantitatif dan empiris, sehingga langkah dan desain teknis penelitian tersebut mengikuti pola dari penelitian ilmu sosial khususnya ilmu sosiologis ( socio – legal research ). Oleh sebab itu langkahnya adalah dengan dimulai dari perumusan hepotetis dan perumusan permasalahan, melalui penetapan sampul, lalu pengukuran variabel, selanjutnya pengumpulan data serta pembuatan desain analisis, dan semua proses diakhiri dengan menarik sebuah kesimpulan.


Metode yang digunakan adalah pendekatan yang sekiranya bisa diterapkan di dalam penelitian tersebut,
yaitu :
1. Pendekatan yang bersifat normatif / legal research

2. Metode empiris / yuridis sosiologis

3. Menggunakan gabungan keduanya

READ MORE - PENELITIAN EMPIRIS

METODE PENELITIAN


Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti memperoleh sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang sudah ada. Menguji kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih menjadi diragu-ragukan kebenarannya.Oleh karena itu, setiap tahap dalam penelitian harus didasari pada suatu metode penelitian yang berfungsi sebagai arah yang tepat untuk mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan. Metode Pendekatan Penelitian
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya. Dalam penelitian hukum normatif maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian tehadap data primer dilapangan atau terhadap prakteknya.44 Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah pemecahan perkara pidana (splitsing) dalam proses pembuktian suatu tindak pidana, dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan splitsing dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan diatas.Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian kepustakaan sekaligus penelitian lapangan karena penelitian ini tidak hanya mempelajari materi kepustakaan yang berupa literatur, buku-buku, tulisan dan makalah tentang pemecahan perkara pidana (splitsing) dalam proses pembuktian suatu tindak pidana, akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung dilapangan.  Penentuan Populasi dan Sample 
  1. Populasi Penelitian :Populasi atau universe adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang sama.46 Berkaitan dengan kegiatan penelitian yang populasinya sangat besar maka ditentukan batas-batas luas ruang lingkup penelitian ini yaitu Jaksa yang pernah melakukan pemecahan perkara pidana (splitsing) di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan di Kejaksaan Negeri Semarang.
  1. Sampel :Sampel adalah bagian dari populasi yaitu suatu unit yang dijadikan contoh untuk diteliti lebih lanjut yang dianggap sebagai bagian kecil yang mewakili suluruh populasi yang ada
Penentuan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara non random sampling, yaitu teknik pengambilan sample secara tepilih dengan didasarkan pada tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam metode non random sampling, tidak semua populasi mempunyai kesempatan sama untuk menjadi wakil populasi48. Jenis penentuan yang non-random sampling ini diikuti dengan penarikan sampel secara “Purposive sampling”49. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan biaya, waktu dan tenaga dari penulis.Berdasarkan hal tersebut diatas maka sampel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 
  1. 5 (tiga) orang Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, dan
  1. 5 (tiga) orang Jaksa pada Kejaksaan Negeri Semarang.
  Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap sebagai berikut :
  1. Studi Kepustakaan yaitu : Penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literature, perundang-undangan, majalah serta makalah yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 ( dua ) kelompok, yaitu :
  1. Bahan hukum primer :
1.            Norma dasar Pancasila;2.            Peraturan dasar (UUD 1945, Ketetapan-ketetapan MPR);3.            Peraturan Perundang-undangan, seperti :a.       Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.b.      Undang-Undang No. 16 tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.c.       Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.d.      Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.e.       Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain :
  1. Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung ke pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dengan menentukan :
 
  1. Lokasi Penelitian : Lokasi penelitian berada di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri Semarang.
  1. Wawancara : Wawancara dilakukan dengan para Jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan Kejaksaan Negeri Semarang.

Teknik Analisis Data Proses analisis data itu sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan hipotesa-hipotesa meskipun sebenarnya tidak ada formula yang pasti untuk merumuskan hipotesa.50 Data yang telah ada dianalisis dengan maksud untuk mendiskripsikan karakteristik sample pada variable yang diteliti, kemudian ditarik kesimpulan. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif berdasarkan disiplin ilmu hukum pidana untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas 

READ MORE - METODE PENELITIAN
 

Most Reading

azmu shaper. Diberdayakan oleh Blogger.