LGBT DALAM PERSPEKTIF BUDAYA DAN HUKUM


Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) merupakan polemik yang hangat dikalangan masyarakat luas. Tentu saja kita tidak menginginkan polemik ini menyebabkan kegaduhan, ketidaknyamanan dinegeri ini. Sebagai masyarakat yang taat hukum dan agama serta memegang teguh ideologi bangsa yaitu Pancasila, tentunya kita sangat tidak setuju serta ingin menghapus LGBT di Indonesia yang kita cintai ini.
       Namun dalam kenyataannya, LGBT telah berkembang dengan pesat, seolah telah membudaya, karena tidak ada peraturan perundang-undangan secara khusus yang melarang LGBT, maka dari itu UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menjadi acuan bagi LGBT untuk memperluas serta membudayakan perbuatan yang jelas-jelas akan merusak moral bangsa.
       Dalam konstitusi Indonesia memandang HAM memiliki batasan, dimana batasannya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum, Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan Agama namun Pancasila menyatakan dalam sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa indonesia(1).
       Begitu pula ditegaskan pula dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 70 yang menyatakan sebagai berikut : “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, kemanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis
       Hak Asasi Manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk mengganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Tidak ada argumen yang relevan untuk menghapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar penghapusan diskriminasi(2). Sekalipun mereka masih tetap berpegang teguh kepada pendiriannya untuk melegalkan perbuatan ini, maka hal yang harus dijadikan basis fundamental dan harus selalu diingat dalam kaitannya penegakan hak asasi manusia adalah bahwa HAM berbanding lurus dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan (3).
Dibawah Hukum Syariah, LGBT didefinisikan sebagai tindakan prostitusi yang melanggar norma-norma kesusilaan umum, agama, dan norma hukum dan aturan sosial yang berlaku (4). Islam secara terang-terangan mengecam tindakan yang tidak wajar tersebut. Tak hanya itu, bahkan pelaku sodom harus dibinasakan dari permukaan bumi ini (Qs.Al-‘Ankabut, 29:31-32), sebab mereka tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga memberikan dampak sosial yang buruk terhadap lingkungannya (5).
       Hak untuk menikah dan berkeluarga bukan ditujukan untuk menjustifikasi pernikahan sesama jenis. Hukum perkawinan kita mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekeal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
       Apabila kita merajuk kepada Al-Qur’an, setidaknya ada dua ayat yang menunjukan bahwa manusia mempunyai tugas reproduksi. Pertama, Qa.Annisa’ : (1), dan Qs.Ar-rum, (21). Dari kedua ayat diatas menunjukan bahwa fungsi reproduksi kemanusiaan ini sudah mutlak dalam diri setiap individu. Jika ada orang yang menikah, lalu tidak mengharapkan memiliki keturunan, apakah ini kodrati ? tentu saja jawabannya tidak. Dan juga dari awalnya saja Allah SWT sudah menurunkan Mawaddah dan Warahmah dalam konteks sosial hubungan pria dan wanita(6). Karena sejatinya laki-laki dan perempuan di pasangkan untuk menghasilkan keturunan atau regeneraasi untuk meneruskan dan memperjuangkan hidup bangsa serta negaranya. Apa yang akan dihasilkan apabila LGBT itu semakin berkembang didunia ini, yang ada hanya akan menambah penyakit serta merusak moral bangsa serta dunia ini.
       Kaum LGBT di Indonesia tentunya akan menghadapi tantangan hukum dan prasangka. Masyarakat Hukum Adatpun tidak menyetujui LGBT, karena akan menyebabkan dampak sosial dan juga bisa membawa pengaruh yang negatif terhadap kebiasaan atau kebudayaan yang mereka anut. LGBT juga dapat mengakibatkan kebijakan publik, misalnya pasangan sesama jenis di indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lazim diberikan kepada pasangan lawan jenis yang menikah (7).

Tidak ada komentar:

 

Most Reading

azmu shaper. Diberdayakan oleh Blogger.