RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA



Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu :
  1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
  2. Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah :
  • Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum,
  • Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum, misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang,
  • Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain,
  • Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :

  1. Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
  2. Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan. Misalnya pasal 359 KUHP :
“Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas”.

Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah :

  1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel),
  2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel),
  3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel).

Dilihat dari ruang lingkupnya hukum pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis,
  2. Hukum pidana sebagai hukum positif,
  3. Hukum pidana sebagai bagian dari hukum public,
  4. Hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif,
  5. Hukum pidana material dan hukum pidana formal,
  6. Hukum pidana kodifikasi dan hukum pidana tersebar,
  7. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, dan
  8. Hukum pidana umum (nasional) dan hukum pidana setempat.

Hukum pidana objektif (ius peonale) adalah seluruh garis hukum mengenai tingkah laku yang diancam dengan pidana jenis dan macam pidana, serta bagaimana itu dapat dijatuhkan dan dilaksakan pada waktu dan batas daerah tertentu. Artinya, seluruh warga dari daerah (hukum) tersebut wajib menaati hukum pidana dalam arti objektif tersebut.
Hukum pidana objektif (ius peonale) ialah semua peraturan yang mengandung/memuat larangan/ancaman dari peraturan yang diadakan ancaman hukuman. Hukum pidana objektif ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.       Hukum pidana material, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung perumusan: perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, hukum apakah yang dapat dijatuhkan.
2.       Hukum pidana formal, yaitu disebut juga sebagai hukum acara, memuat peraturan-peraturan bagaimana cara negara beserta alat-alat perlengkapannya melakukan hak untuk menghukum (mengancam, menjatuhkan, atau melaksanakan).
Hukum pidana subjektif (ius puniendi) merupakan hak dari penguasa untuk mengancam suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif, mengadakan penyidikkan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan pidana yang dijatuhkan. Persoalan mengenai apakah dasarnya atau darimana kekuasaan penguasa tersebut, jawabannya menurut E.Y Kanter terletak pada falsafah dari hukum pidana.
Hukum pidana umum (alegemen strafrecht) adalah hukum pidana yang berlaku untuk tiap penduduk, kecuali anggota militer, nama lain dari hukum pidana umum adalah hukum pidana biasa atau hukum pidana sipil (commune strafrecht). Akan tetapi dilihat dari segi pengkodifikasiannya maka KUHP pun disebut sebagai hukum pidana umum, dibanding dengan perundang-undangan lainnya yang tersebar.
Hukum pidana khusus adalah suatu peraturan yang hanya ditunjukkan kepada tindakkan tertentu (tindak pidana subversi) atau golongan tertentu (militer) atau tindakkan tertentu, seperti pemberantasan tindak pidana ekonomi, korupsi, dan lain-lain.
Menurut Samidjo, S.H. hukum pidana khusus dapat disebut:
a.       Hukum pidana militer
b.      Hukum pidana fiskal (pajak)
c.       Hukum pidana ekonomi
d.      Hukum pidana politik.
Jika suatu perbuatan termasuk dalam suatu aturan pidana umum, diatur pula dalam peraturan pidana khusus, yang khusus itulah yang dikenakan, Adagium untuk itu adalah, “Lex specialis derograt lex generalis” jadi, hukum pidana khusus lebih diutamakan daripada hukum pidana umum. Hal dapat kita lihat pada KUHP nasional yang ditentukan dalam pasal 63 ayat 2 KUHP dan pasal 103 KUHP.
Hukum pidana militer merupakan ketentuan-kententuan pidana yang tercantum dalam KUHP militer atau disebut KUHPT, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara dan dikenal juga KUHDT, Kitab Undang-undang Displin Tentara.
Hukum pidana fiskal (pajak) merupakan ketentuan-ketentuan pidana yang tercatum dalam undang-undang mengenai pajak.
Hukum pidana ekonomi merupakan ketentuan yang mengatur pelanggaran ekonomi yang dapat mengganggu kepentingan umum.
Hukum pidana politik merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur kejahatan-kejahatan politik, misalnya menghianati rahasia negara, intervensi, pemberontakan, sabotase.

Tidak ada komentar:

 

Most Reading

azmu shaper. Diberdayakan oleh Blogger.